Rabu, 02 Maret 2011

PERINDU CINTA ALLAH

Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah tergolong wanita sufi yang terkenal dalam sejarah Islam. Dia dilahirkan sekitar awal kurun kedua Hijrah berhampiran kota Basrah di Iraq. Dia lahir dalam sebuah keluarga yang miskin dari segi kebendaan namun kaya dengan peribadatan kepada Allah. Ayahnya pula hanya bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah dengan menggunakan sampan.

Pada akhir kurun pertama Hijrah, keadaan hidup masyarakat Islam dalam pemerintahan Bani Umaiyah yang sebelumnya terkenal dengan ketaqwaan telah mulai berubah. Pergaulan semakin bebas dan orang ramai berlumba-lumba mencari kekayaan. Justeru itu kejahatan dan maksiat tersebar luas. Pekerjaan menyanyi, menari dan berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali.

Namun begitu, Allah telah memelihara sebilangan kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya terdiri daripada lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan masa dan tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa nafu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar taat.

Bapa Rabi’ah merupakan hamba yang sangat bertaqwa, tersingkir daripada kemewahan dunia dan tidak pernah letih bersyukur kepada Allah. Dia mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata. Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi al-Quran sehigga berjaya menghafal kandungan al-Quran. Sejak kecil lagi Rabi’ah sememangnya berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi serta keimanan yang mendalam.

Menjelang kedewasaannya, kehidupannya menjadi serba sempit. Keadaan itu semakin buruk setelah beliau ditinggalkan ayah dan ibunya. Rabi’ah juga tidak terkecuali daripada ujian yang bertujuan membuktikan keteguhan iman. Ada riwayat yang mengatakan beliau telah terjebak dalam kancah maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan asas keimanan yang belum padam di hatinya, dia dipermudahkan oleh Allah untuk kembali bertaubat. Babak-babak taubat inilah yang mungkin dapat menyedar serta mendorong hati kita merasai cara yang sepatutnya seorang hamba brgantung harap kepada belas ihsan Tuhannya.

Marilah kita teliti ucapan Rabi’ah sewaktu kesunyian di ketenangan malam ketika bermunajat kepada Allah:

“Ya Allah, ya Tuhanku. Aku berlindung diri kepada Engkau daripada segala yang ada yang boleh memesongkan diri daripada-Mu, daripada segala pendinding yang boleh mendinding antara aku dengan Engkau!

“Tuhanku! bintang-bintang telah menjelma indah, mata telah tidur nyenyak, semua pemilik telah menutup pintunya dan inilah dudukku di hadapan-Mu.

“Tuhanku! Tiada kudengar suara binatang yang mengaum, tiada desiran pohon yang bergeser, tiada desiran air yang mengalir, tiada siulan burung yang menyanyi, tiada nikmatnya teduhan yang melindungi, tiada tiupan angin yang nyaman, tiada dentuman guruh yang menakutkan melainkan aku dapati semua itu menjadi bukti keEsaan-Mu dan menunjukkan tiada sesuatu yang menyamai-Mu.

“Sekelian manusia telah tidur dan semua orang telah lalai dengan asyik maksyuknya. Yang tinggal hanya Rabi’ah yang banyak kesalahan di hadapan-Mu. Maka moga-moga Engkau berikan suatu pandangan kepadanya yang akan menahannya daripada tidur supaya dia dapat berkhidmat kepada-Mu.”

Rabi’ah juga pernah meraung memohon belas ihsan Allah SWT:

“Tuhanku! Engkau akan mendekatkan orang yang dekat di dalam kesunyian kepada keagungan-Mu. Semua ikan di laut bertasbih di dalam lautan yang mendalam dan kerana kebesaran kesucian-Mu, ombak di laut bertepukan. Engkaulah Tuhan yang sujud kepada-Nya malam yang gelap, siang yang terang, falak yang bulat, bulan yang menerangi, bintang yang berkerdipan dan setiap sesuatu di sisi-Mu dengan takdir sebab Engkaulah Tuhan Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.”

Setiap malam begitulah keadaan Rabi’ah. Apabila fajar menyinsing, Rabi’ah terus juga bermunajat dengan ungkapan seperti:

“Wahai Tuhanku! Malam yang akan pergi dan siang pula akan mengganti. Wahai malangnya diri! Apakah Engkau akan menerima malamku ini supaya aku berasa bahagia ataupun Engkau akan menolaknya maka aku diberikan takziah? Demi kemuliaan-Mu, jadikanlah caraku ini kekal selama Engkau menghidupkan aku dan bantulah aku di atasnya. Demi kemuliaan-Mu, jika Engkau menghalauku daripada pintu-Mu itu, nescaya aku akan tetap tidak bergerak juga dari situ disebabkan hatiku sangat cinta kepada-Mu.”

Seperkara menarik tentang diri Rabi’ah ialah dia menolak lamaran untuk berkahwin dengan alasan:

“Perkahwinan itu memang perlu bagi sesiapa yang mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun.”

Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata-mata. Dia tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keredaan Allah. Rabi’ah telah mempertalikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepada akhirat semata-mata. Dia sentiasa meletakkan kain kapannya di hadapannya dan sentiasa membelek-beleknya setiap hari.

Selama 30 tahun dia terus-menerus mengulangi kata-kata ini dalam sembahyangnya:

“Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiada suatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.”

Antara syairnya yang masyhur berbunyi:

“Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”

Rabi’ah telah membentuk satu cara yang luar biasa di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulakan fahaman sufinya dengan menanamkan rasa takut kepada kemurkaan Allah seperti yang pernah diluahkannya:

“Wahai Tuhanku! Apakah Engkau akan membakar dengan api hati yang mencintai-Mu dan lisan yang menyebut-Mu dan hamba yang takut kepada-Mu?”

Kecintaan Rabi’ah kepada Allah berjaya melewati pengharapan untuk beroleh syurga Allah semata-mata.

“Jika aku menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana tamak kepada syurga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya! Tetapi jika aku menyembah-Mu kerana kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”

Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada-Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah iaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah meredainya.

Jumat, 18 Juni 2010

PUISI (ADANYA NARKOBA)

AWAL PERTAMA KU MELIHATMU
TIMBUL SEBUAH RASA DALAM JIWAKU
RASA SUKA DIDALAM HATIKU
TAPI KINI ENGKAU TELAH RUSAK JIWAKU

KU AKUI AKU MANUSIA BIASA
KUAKUI AKU BUKAN SATRIA
NAMUN BILA AKU SUDAH SUKA
TAK AKAN KU TINGGALKAN SAJA

HASRAT SUKA YANG ADA
MENDORONGKU TUK MENCOBA
NAMUNTIMBUL RASA DUKA
KAU HANCURKAN JIWA

SERIBU KALI KU COBA
UNTUK MENJAUHIMU
NAMUN KUTAK BISA
MELUPAKAN KENANGANMU

TUHAN, SEMBUHKANLAH HAMBA
JAUHKANLAH HAMBAMU DARI DOSA

OBAT PENENENG + PERMEN = PERMEN BIUS


Pada suatu ketika,dalam sebuah organisasi besar bernama DJUPAMI yang memiliki kurang lebih 125 anggota, dalam organisasi ini dipimpin oleh seorang ketua dan pasangannya (pacarnya), organisasi ini menganut aliran organisasi genk yang bersifat keras karena anggota dari komplotan ini sering membiasakan tindak kriminal dan kekerasan.
disini saya tidak akan bercerita tentang kasus kriminalitas, namun saya akan sedikit bercerita tentang persahabatan antara Permen dan Obat penenang, kedua makanan dengan jenis dan fungsi berbeda ini memili peran yang berbanding terbalik dalam kehidupan sehari-hari.
"Men Permen, loe mau nggak nggajak gua maen ke pabrik permen?" Tanya Obat. Permen pun menjawab "Aku nggak berabi Bat,". "Kenapa harus nggak berani? kan itu tempat loe dan kawan-kawan loe diciptakan" Tanya Obat. Permen menjawab"Iya sich, Tapi klo Pak Oven lihat aku berkeliaran disana, pasti aku dimarahin ma dia". "gak usah mikirin itu,Lebih baek loe nemenin gua maen kesana deh, ntar loe gua pinjamin kartu sewa mesin penyejuk sehari semalm GRATISSSS!!!! dech,oke!" Bujuk Obat."Tapi...." jawab Permen sambil ragu."gak usah ada tapi-tapian, trima aja, itung-itung itu sebagai imbalan bwat loe, karena loe telah menemaniku maen ke pabrik permen, oke"bujuk Obat lebih tegas lgi,. "Terserah kamu deh, tapi kamu jangan sembarangan ya!!!" Jawab Permen sehabis dipaksa,
"iya ya, khawatir bwanget sih loe" sahut obat, 'bukannya gitu, aku nggak mau klo.......' ucap permen membela diri,"crewer banget sih loe!'. Akhirnya mereka pun tiba di Pabrik permen, dalm pabrik mereka melihat ada Pak Oven sedang tidur, berarti segala aktivitas yang mereka lakukan tak ada yang melarang, kecuali Pak oven terbangun. akhirnya,si obat bikin ulah, dia menghilang dari samping permen dan menjelajahi seleruh ruangan yang ada didalam pabrik,Tanpa disadari ternyata si obat telah masuk ke ruang adonan, disana ia melihat larutan sukrosa yang membuat si obat tergiur oleh keindahan larutan itu, seolah ia terhipnotis dan timbul rasa untuk berenang didalamnya, dan si obat pun memberanikan diri untuk berenang kedalam ;arutan itu,ternyata eh ternyata larutan itu masih mengandung zat soda yang secara otomatis si obat bereaksi kedalam sukrosa karena adanya pertemuan antara kedua senyawa aktif tersebut,sinyal alarm pabrik pun berbunyi karena adanya suatu kekeliruan dalam proses, si permen pun takut dan berlari untuk mencari si obat, lalu ia dipergoki oleh Pak oven, Pak oven pun marah setelah melihat si permen yang nekat melanggar aturan pabrik tersebut, si permen pun di hukum oleh Pak oven dengan hukuman dipanaskan kedalam oven dengan suhu 1000 derajad C, secara otomatis si permen pasti meleleh dan tak tersisa. Keesokan harinya pabrik aktif kembali untuk memproduksi permen seperti biasa, Dampak dari kelalaian si obat dalam bersahabat, manimbulkan dampaknegative kapada para konsumen. Waktu itu ada dua karyawan yang mengecek pabrik, salah satu dari mereka mencicipi permen hasil produksi dan dalam hitungan detik ia tak sadarkan diri, baru setelah kurang lebih 4jam, dia terbangun, mareka berdua menyimpulkan bahwa produksi permen kali ini tidak beres, dan tanpa berfikir panjang mereka mencari keuntungan dalam masalah ini, mereka mencoba mengajak kerja sama kepada geng DJUPAMI, dampaknya banyak korban dari permen bius itu.