Kamis, 03 Juni 2010

Narkoba, sebuah kata yang tidak asing lagi bagi semua orang. Bahan berbahaya tersebut telah menjadi trend yang tak terelakkan dari kehidupan suatu negara. Posisi Indonesia yang berada pada posisi silang antara Benua Asia dan Australia serta antara Samudera Hindia dan Indonesia, dan juga sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau yang begitu besar dan garis pantai yang panjang, menjadikannya rentan terhadap perdagangan ilegal narkoba. Kondisi ini ditambah dengan jumlah penduduk yang besar, mencapai kurang lebih 215 juta jiwa dengan 40% diantaranya adalah generasi muda yang merupakan kelompok rentan bagi penyalahgunaan narkoba.
Indonesia terus bergulat melawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang masif ini, baik dari aspek legislasi nasional dan kerjasama. Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika yang didasarkan pada ketiga konvensi PBB, yaitu Single Convention on Narcotics Drugs 1961, Convention on Psychotropic Substances 1971, dan Convention against the Illicit Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substances 1988. Indonesia pun terus berupaya meningkatkan kerjasama baik secara bilateral, regional, dan multilateral terkait penanganan narkoba ini.
Tahun 2009 menandai 100 tahun perlawanan global terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, yaitu dengan adanya Konferensi Shanghai, 26-27 Februari 1909. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan dalam lima tahun terakhir jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia rata-rata naik 51,3% atau bertambah sekitar 3.100 kasus/tahun. Ditengarai pula, data itu masih merupakan data di permukaan gunung es karena banyak kasus yang belum terungkap. Data yang belum terungkap jauh lebih besar bahkan bisa mencapai 10 kali lipat dibanding data yang sudah terungkap.
Kecenderungan perkembangan narkotika mengalami peningkatan yang signifikan serta adanya bukti bahwa posisi Indonesia telah berubah dari daerah transit menjadi daerah konsumen, produsen bahkan pengekspor. Berdasarkan laporan dan informasi tentang situasi dan perkembangan permasalahan narkoba, telah diketahui bahwa peredaran gelap narkoba merupakan ancaman serius bagi masa depan bangsa karena telah merambah ke seluruh penjuru tanah air, bahkan telah sampai ke pedesaan. Peningkatan permasalahan narkoba ini, juga tampak dari meningkatnya proporsi tahanan dan narapidana narkoba di lembaga-lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia yang telah melampaui angka rata-rata 50 persen dari jumlah tahanan dan narapidana.
Peningkatan dramatis angka kasus dan jumlah pengguna di tengah razia intensif oleh pihak kepolisian beberapa tahun terakhir sekaligus menjadi batu ujian krusial bagi Indonesia, terutama dalam mewujudkan Indonesia bebas narkoba 2025. Jumlah persis pengguna narkoba di Indonesia tidak diketahui. Tiga tahun lalu, menurut Kepala BNN I Made Mangku Pastika, angkanya sudah sekitar 3,2 juta orang dan untuk heroin 527.000 orang. Omzet perdagangan narkoba diperkirakan sekitar 4 miliar dollar AS per tahun. Namun, angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar lagi.
Kondisi Indonesia sekarang sangatlah memprihatinkan dengan narkoba yang semakin mengancam. Berapa kerugian ekonomi dan kehancuran yang harus ditanggung bangsa ini dari kerusakan yang disebabkan oleh narkoba. Yang memprihatinkan, korban yang yang diincar jaringan ini justru dan terutama adalah generasi muda serta kelompok usia produktif. Akibatnya, efeknya juga sangat luas, bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan, tetapi juga keluarga, masyarakat, bahkan kehancuran bangsa. Dari sekitar 85.689 kasus tindak pidana narkoba yang terjadi pada kurun 2001-2006, menurut BNN, sekitar 92 persen melibatkan pelaku pada usia produktif (20 tahun ke atas).
Meski polisi sudah bekerja keras, maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari ada atau tidaknya keseriusan pemerintah, termasuk dalam hal ini aparat kepolisian dan penegak hukum. Salah satu contoh, kepolisian, BNN, dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mengakui, 75 persen perdagangan narkoba di Jakarta dan sekitarnya dikendalikan hanya dari tiga lembaga pemasyarakatan (LP), yakni LP Cipinang, LP Tangerang, dan Rumah Tahanan Salemba. Ancaman hukuman mati pun tak mampu membendung aksi jaringan ini. Sekitar 58 dari 112 terpidana mati di Indonesia adalah terkait penyalahgunaan narkoba dan psikotropika. Namun, tak ada satu pun dari mereka ini bandar atau pemain besar. Kalaupun tertangkap, dari balik jeruji penjara, para bandar ini masih tetap bisa menjalankan dan memekarkan imperium bisnis haramnya.
Konsumsi narkoba melalui jarum suntik juga menjadi media penularan terbesar HIV/AIDS dan hepatitis B/C. Konsumsi narkoba merenggut 15.000 nyawa pengguna setiap tahun. Pastika bahkan memperkirakan rata-rata 40 orang meninggal setiap hari karena overdosis narkoba di Indonesia. Saat ini menurut hasil penelitian jumlah penyalahguna narkoba adalah 1,5% dari penduduk Indonesia atau sekitas 3,3 juta orang. Dari 80 juta jumlah pemuda Indonesia, 3 % sudah mengalami ketergantungan narkoba, serta sekitar 15. 000 orang telah meninggal dunia (BNN, 2006).
Faktor – faktor yang menyebabkan penyalahgunaan narkoba semakin marak antara lain faktor letak faktor ekonomi, faktor kemudahan memperoleh obat, faktor keluarga dan masyarakat, faktor kepribadian serta faktor fisik dari individu yang menyalahgunakannya. Narkoba ketika dijual harganya sangat tinggi dan menghasilkan keuntungan yang menggiurkan, sehingga banyak yang menjadi pengedar narkoba. Semakin banyak pengedar narkoba maka semakin mudah orang untuk memperoleh narkoba. Hal itulah salah satu penyebab kenapa narkoba semakin marak, karena narkoba mudah diperoleh. Selanjutnya terkait masalah keluarga, banyak orang yang menjadi pengguna narkoba karena keluarganya kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya, sehingga anak tersebut lebih memilih narkoba sebagai tempat yang menurutnya dapat membantu ketidak harmonisannya dengan keluarga. Kondisi masyarakat sekarang yang semakin individualis juga ikut berkontribusi terhadap meluasnya pengguna narkoba. Penyalahguna narkoba mempunyai ciri kepribadian lemah, mudah kecewa, kurang kuat menghadapi kegagalan, bersifat memberontak dan kurang mandiri.
Perlu adanya usaha yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan di atas, baik ditataran pembuat kebijakan, aparat hukum, pengedar dan pengguna. Kalaupun sudah ada undang-undang yang mengatur penyalahgunaan narkoba dan penanganannya, namun tanpa profesionalisme untuk menjalankannya maka akan tetap sama saja. Oleh karena itu aparat hukum sekarang harus lebih profesional, tanpa pandang bulu dan bersikap tegas. Pengedar narkoba adalah salah satu stakeholder bencana narkoba di Indonesia, oleh karena itu sepantasnya pengedar narkoba perlu dihukum mati untuk memberikan efek jera bagi yang lainnya.
Seperti dijelaskan dalam tulisan di atas bahwa yang paling banyak menjadi pengguna narkoba adalah kaum muda, maka perlu adanya penyadaran khusus baik kepada kalangan muda di negara ini dan semua keluarga (karena keluarga punya peran penting dalam mejaga kelakuan anggota keluarganya). Perlu adanya pendidikan bagi parents terkait pentingnya memberikan perhatian bagi anak mereka agar tidak terjerumus ke narkoba. Hal itu salah satunya bisa dilakukan dengan adanya acara khusus di TV yang mengupas tuntas tentang bahaya narkoba, hal itu akan bisa ditonton oleh semua penduduk Indonesia dan memberikan efek takut untuk menggunakan narkoba. Tempat paling strategis untuk memberikan pengetahuan tentang bahaya narkoba adalah sekolah, akan efektif sekali bila pemerintah memasukkan dalam kurikulum sekolah (SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi) tentang pendidikan Anti Narkoba. Hal itu akan bisa menanamkan pada semua kaum muda bangsa ini akan bahayanya narkoba mulai sejak bangku sekolah. PERANGI NARKOBA DAN SELAMATKAN GENERASI MUDA.
(Tulisan ini saya ikutkan dalam Lomba Gue Mau Hidup, oleh Media Indonesia)


Sumber :klik disini

:nocomment:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar